Penulis: Rean Fahmi Septian
Telah kita ketahui bahwa manusia pada dasarnya tidak bisa hidup secara individu, manusia adalah makhluk sosial di mana mereka hidup berdampingan dan saling membutuhkan satu sama lain. Hal itu berkenaan dengan kebutuhan hidup yang tidak dapat dipenuhi sendiri.
Di masa sekarang kita telah mengalami perubahan yang sangat dramatis, semua perubahan itu berkaitan dengan kebutuhan dari masyarakat sendiri. Jika masyarakat menikmati atas perubahan tersebut mereka akan hidup dengan senang namun jika tidak itu menjadi pertanyaan besar, apakah perubahan tersebut sudah merata atau tidak, tidak menyentuh kelas bawah. Perubahan itu sendiri akibat dari pembangunan nasional sebelumnya.
Pada dasarnya pembangunan bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur, material, dan spiritual berdasarkan Pancasila, di dalam suatu negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, dan bersatu, dalam suasana yang ber-perikehidupan bangsa yang damai, tentram, dan tertib serta dalam lingkungan pergaulan hidup yang merdeka, bersahabat, tertib, dan damai. Hal ini juga tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Kesejahteraan masyarakat adalah suatu keadaan yang selalu menjadi cita-cita seluruh bangsa di dunia ini. Sementara, yang menjadi hakikat pembangunan ialah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Salah satu permasalahan serius dalam pembangunan adalah kemiskinan yang sangat merajalela di negara ini, permasalahan ini seolah-olah tidak diperhatikan secara serius. Sangat banyak program yang diberikan pemerintah, namun tidak sama sekali memberikan manfaat yang signifikan terhadap masyarakat. Melainkan dengan maraknya pembangunan tidak semua masyarakat bisa tertampung, dengan bukti bahwa dapat kita lihat hingga kini masalah kemiskinan belum bisa ditanggulangi dengan baik dan serius oleh pemerintah. Bahkan semakin maraknya pembangunan bukan mendatangkan kesejahteraan melainkan semakin menambah deret kemiskinan di negeri ini.
Pemerintah tidak pernah sama sekali serius dalam menanggulangi permasalahan kemiskinan, terbukti pembangunan di negara ini hanya memakmurkan segelintir orang saja. Berbanding terbalik dengan cita- cita dan tujuan dari Pancasila dan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Sangat miris melihatnya, ketika anak bangsa sendiri tidak terperhatikan oleh negara, mereka hanya memberikan program- program yang pada dasarnya itu menjadi proyek bagi mereka untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Tak hanya terpinggirkan dari segi pembangunan, masyarakat miskin juga terabaikan dari sistem keadilan Hukum di negara ini, ketimpangan terjadi dimana-mana. Masyarakat miskin sangat susah jika ingin mengakses yang namanya keadilan. Sebenarnya keadilan itu ada atau tidak, apa keadilan itu hanya milik orang-orang tertentu saja?.
Ketimpangan hukum sangat sering terjadi dikalangan masyarakat miskin, apalagi bagi mereka yang buta hukum dan tidak tau mau mengadu kemana. Proses penegakan hukum di Indonesia masih jauh dari harapan kita masyarakat luas, di mana rasa keadilan tidak menyentuh bagi kelas masyarakat miskin, sedangkan mereka yang berada pada kelas atas akan sangat mudah sekali mendapatkan perlakuan hukum yang sangat istimewa. Banyak sekali kasus-kasus yang memperlihatkan sebuah problematika dalam penegakan hukum di Indonesia. Bahkan lucunya seolah hukum dapat diperjualbelikan di negara ini, yang mana hukum semestinya dapat berjalan secara efektif apabila semua orang sadar diri akan menjunjung tinggi nilai-nilai hukum yang berada dalam masyarakat luas.
Pada kenyataannya Indonesia adalah Negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, menjunjung tinggi HAM dan menjamin segala warga negara yang bersamaan kedudukannya di dalam hukum, namun pemerintahan masih menghasilkan kenyataan yang bertolak belakang. Faktanya sangat jarang dan masih banyak sekali masyarakat miskin menjadi korban ketidakadilan hukum di negara ini. Proses penegakan hukum seringkali melahirkan perumpamaan dalam masyarakat yakni “tajam ke bawah tumpul ke atas”.
Kasus Nenek Minah yang tak akan pernah menyangka perbuatan isengnya memetik tiga buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA) menjadikannya sebagai pesakitan di ruang pengadilan. Bahkan atas perbuatannya itu, Nenek Minah diganjar satu bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan tiga bulan. RKUHP yang tidak berpihak kepada kaum papa yang mana gelandangan didenda satu juta jika melanggar ketertiban umum, bagaimana ingin mengeluarkan uang sebesar itu untuk kebutuhan sehari-hari saja mereka sulit untuk memenuhinya dan berkeringat badan hanya untuk sesuap nasi, sangat terlihat sekali ketimpangan hukum yang terjadi di negara ini. Padahal dalam Undang-Undang Dasar 1945 bahwa negara mempunyai kewajiban untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar, namun sangat bertolak belakang dengan tujuan dari Undang-Undang Dasar 1945.
Pada dasarnya hukum tidak boleh menjadi suatu institusi yang lepas dan bebas dari kepentingan suatu pengabdian untuk kepentingan dan mensejahterakan manusia. Para pelaku hukum dituntut agar untuk mengedepankan sikap kejujuran, ketulusan dan keadilan dalam penegakan hukum di Indonesia. Mereka pula harus memiliki empati dan kepedulian terhadap penderitaan yang telah dialami oleh rakyat dan bangsanya. Sebenarnya kepentingan rakyat baik kesejahteran dan kebahagiannya harus menjadi titik orientasi dan tujuan akhir dari penyelenggaraan hukum itu sendiri.
Permasalahan pembangunan dan ketimpangan hukum di Indonesia menjadi salah satu masalah yang sangat serius dan bahkan akan terus berkembang seiring kehidupan masyarakat, terlebih apabila unsur dalam sistem nya sendiri tidak ada perubahan. Oleh sebab itu, dalam rangka mewujudkan hal yang lebih baik maka diperlukan adanya partisipasi lebih aktif dari semua pihak yang juga harus secara sadar terkait eksistensi dirinya sebagai makhuk Tuhan Yang Maha Esa.
Editor: Syahdan