Penulis: Vivi Felayati
Dalam bahasa Sansekerta, kata perempuan diambil dari kata per-empu-an. Per artinya mahluk, Empu yang artinya mulia, mahir. Dengan demikian, perempuan dimaknai sebagai mahluk yang memiliki kemuliaan dan kemampuan. Sebelum mencapai 20 tahun wafatnya Nabi Muhammad, Islam sudah tersebar luas hampir di sepertiga dunia, karena hal inilah seorang sejarawan yaitu Hugh Nigel Kennedy menyebutkan bahwa ini merupakan salah satu fenomena yang menakjubkan dalam sejarah dunia. Tidak lupa juga salah satu tokoh terpenting dalam penyebaran ajaran Islam adalah sosok perempuan hebat, ibu dari seluruh umat muslim atau Ummul Mukminin yaitu Siti Khadijah, beliau juga dijuluki sebagai Sayyidatu Nisa’il ‘alamin atau penghulu para wanita di dunia pada zamannya, beliau adalah sosok perempuan yang memperjuangkan hartanya demi membantu Rasulullah dalam berdakwah menyebarkan ajaran Islam. Pejuang revolusioner gerakan sosialisme Kurdi, Abdullah Ocalan menyatakan bahwa peran perempuan adalah peran strategis dalam revolusi.
Bercermin pada salah satu bangsa yang paling berani dan gigih di Amerika Utara yang meletakan hidup dan mati bangsanya kepada hati perempuan yaitu bangsa Cheyenhe. Pesan leluhur mereka yang selalu mereka ingat adalah bahwa sebuah bangsa tidak akan bisa ditaklukan sampai hati perempuannnya takluk, setelah itu segalanya berakhir. Entah benar atau salah, menang atau kalah, tidak peduli seberapa beraninya para pejuang atau pun seberapa canggihnya senjata yang mereka miliki. Hal yang sama sempat disampaikan oleh tokoh revolusioner Bung Karno bahwa kita tidak dapat menyusun negara dan tidak dapat menyusun masyarakat jika kita tidak mengerti soal wanita.
Pertama, terkait dengan perempuan dan pergerakan. Di Amerika, gerakan perempuan pertama kali muncul ke permukaan yaitu pada pertengahan abad ke-19. Berbagai macam tuntutan yang mendasari gerakan perempuan waktu itu yang seiring berjalan waktu kita kenal hingga saat ini yaitu feminisme. Pada Juli 1848 Lucretia Mott dan Elizabeth Cady mengadakan satu konvensi yang menghasilkan satu deklarasi yang diberi nama “The Declaration of Sentiment”dan dalam waktu yang bersamaan juga terbentuk sebuah wadah yaitu American Women Suffrage Association (AWSA), kemudian pada tahun 1874 gerakan anti minuman keras atau The Women’s Trade Union League & The Women’s Temperance Union (WTCU) terbentuk. Pada tahun 1894 terbentuk sebuah kelompok yang dinamakan General Federation of Women’s (GFW), mereka memperjuangkan beragam masalah yang ada di tengah masyarakat dan tidak terbatas hanya pada permasalahan diskriminasi terhadap perempuan semata.
Kedua, Revolusi Perancis tahun 1789 yang menyumbangkan kesempatan besar bagi kaum perempuan, mendorong mereka bangkit dari penindasaan dan mendapatkan hak-haknya. Bahkan keterlibatan perempuan kelas pekerja yang memiliki kebebasan relatif lebih jauh dari perempuan kelas menengah yang membuat mereka ikut terlibat dalam aksi-aksi demontrasi menggulingkan kekuasaan absolut Raja Louis IV. Salah satu tokoh feminis Perancis, Olympe de Gouges mengusulkan Deklarasi Hak Asasi Perempuan yang berisi tuntutan terhadap hak-hak istimewah laki-laki harus dihapuskan dan karenanya banyak tulisan-tulisan yang menuntut hak perempuan pada masa itu yang salah satunya menyatakan bahwa Revolusi Perancis didominasi kaum laki-laki sedangkan perempuan masih belum sanggup untuk mengambil kebijakan politik. Berjalannya waktu, teror Jacobin tahun 1793 menghancurkan arah Revolusi Perancis serta potensi gerakan perempuan di Perancis, bahkan Olympe de Geoges harus menjalani hukuman gantung akibat teror tersebut dan pasca revolusi tersebut terlihat kondisi buruh perempuan tidak mengalami perubahan yang berarti sehingga November 1892 piagam pertama yang mengatur tentang buruh perempuan diterbitkan yang isinya melarang kerja malam dan pembatasan jam kerja bagi buruh perempuan.
Kalau pergerakan perempuan di Perancis menuntut hak mereka setara dengan laki-laki hal yang sedikit berbeda terlihat dari gerakan perempuan di Filipina pada tahun 70-an. Krisis ekonomi yang jelas terasa pada tahun 1979 membangkitkan kesadaran kaum perempuan dan mendorong mereka melakukan perlawanan. Kelompok yang paling terkenal yaitu General Assembly Binding Women For Reforms, Integrity, Leadership, & Action (GABRIELA) yang didirikan pada tahun 1984. Berbagai macam isu diangkat oleh kelompok ini dalam pergerakannya mulai dari permasalahan gender, militerisasi, krisis ekonomi, globalisasi hingga pangkalan militer Amerika yang kehadirannya sangat mendominasi di Filipina. Selain itu, kelompok ini juga berperan dalam menggulingkan kediktatoran Presiden Marcos dan kemenangan Corazon Aquino sebagai presiden juga tidak bisa dipisahkan dengan peran dari GABRIELA. Karena jasa mereka juga lah yang mempersatukan seluruh kelas masyarakat Filipina sehingga tidak heran jika mereka dianggap sebagai bagian yang melakukan revolusi damai di Filipina.
Di Indonesia, jika Harry Poeze menyebutkan tujuh begawan revolusi Indonesia diantaranya Soekarno, Hatta, Sjahrir, Amir Sjarifoeddin, Tan Malaka, Sudirman, & A.H Nasution. Jauh sebelum kemerdekaan, perempuan sudah mengambil bagian dalam perjuangan anti-kolonialisme yaitu SK Trimurti dan Umi Sardjono. Kedua tokoh perempuan Indonesia ini terlibat dalam gerakan politik melawan kolonial, gerakan bawah tanah melawan fasisme Jepang, dan bahkan perang mempertahankan kemerdekaan. Hingga Marsinah, Sang Martir Pergerakan Buruh Indonesia itu menjadi bukti yang cukup jelas dari pergerakan perempuan, mirisnya mayat sang martir ditemukan disebuah gubuk pada mei 1993 dengan kondisi yang tragis, ditemukan banyak luka penyiksaan berat hampir diseluruh tubuhnya. Perempuan kelahiran Nganjuk itu menggambarkan seberapa kejam ganjaran yang diterima untuk seorang pejuang yang memperjuangkan hak hidupnya beserta kawan-kawan buruh lainnya. Peristiwa ini sekaligus menjadi catatan kelam Republik Indonesia dalam perjuangan buruh dan HAM.
Hukum Humaniter dan Konvensi Jenewa, Statuta, Konvenan dan Perjanjian International menetapkan bahwa tentara dan polisi di negara manapun dimuka bumi ini khususnya yang tergabung kedalam PBB tidak dibenarkan untuk mengarahkan senjata apalagi menembakan peluru dalam jenis apapun kepada kaum perempuan. Karena menembak kaum perempuan adalah menembak kaum ibu, dan kaum perempuan adalah ibu dari kemenangan dan revolusi. Jika negara diumpakan seperti sebuah bangunan maka wanita adalah tiang dari bangunan tersebut. Karena itu, kalau wanita itu baik maka baiklah negara itu, namun jika wanita itu rusak maka akan rusak juga negara itu. Dari ungkapan ini juga dapat menyimpulkan bahwa keberadaan perempuan itu amat sangat penting.
Editor: Syahdan