Close Menu
    Facebook X (Twitter) Instagram
    BangsamahardikaBangsamahardika
    • ISU

      FORPEMDAS Gelar Aksi di Mabes Polri Terkait Penggelapan Mobil Rental oleh Oknum Polisi

      February 20, 2023

      Protes Rakyat Indonesia Akan Turun ke Jalan 28 Febuari: Konsisten Menolak Omnibuslaw, Perpu Cipta Kerja

      February 13, 2023

      Aksi Solidaritas Untuk Bam dan Tawan

      February 12, 2023

      JALA: Jokowi Rezim Pembohong, Masturbasi Politik Kelas Menengah Harus Dihentikan

      January 4, 2023
    • POPULER

      Problematika Frasa “Kita Ini Keluarga” di Lingkungan Kerja

      February 13, 2023

      Menerka Alasan Gen Z Suka Pindah Kerja

      February 13, 2023

      JALA: Jokowi Rezim Pembohong, Masturbasi Politik Kelas Menengah Harus Dihentikan

      January 4, 2023
    • POLITIKA
      1. PUAN MAHARDIKA
      2. ISU
      3. POLITIKA
      Featured

      Jokowi Benar-benar Melanggar Konstitusi UUD 1945

      By RedaksiFebruary 13, 20230
      Recent

      Jokowi Benar-benar Melanggar Konstitusi UUD 1945

      February 13, 2023

      Indonesia Machtstaat!

      February 12, 2023

      Duhai Mahasiswa, Kamu itu Buruh: Sefruit Kritik untuk Gerakan Mahasiswa Kini

      January 11, 2023
    • KULTUR
      1. PROSA
      2. PUISI
      3. ESSAY
      Featured
      Recent
    • PUAN MAHARDIKA

      Dua aktivis Thailand Mogok Makan Tuntut Pencabutan Pasal Karet dan Pembebasan Tahanan Politik

      February 12, 2023

      Aksi Solidaritas Untuk Bam dan Tawan

      February 12, 2023
    • SUARA MAHARDIKA

      Berani Berkata ‘Tidak Benar’ pada Hoaks

      February 12, 2023

      Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Wiji dan Rezim Berganti

      January 11, 2023
    • BANGSA MAHASISWA

      Lebih dari Sekedar ‘Raising Awareness’

      February 13, 2023

      Duhai Mahasiswa, Kamu itu Buruh: Sefruit Kritik untuk Gerakan Mahasiswa Kini

      January 11, 2023

      Panggung-Panggung Mitologi dalam Hegemoni Negara: Gerakan Mahasiswa di Bawah Orde Baru

      January 4, 2023

      Melampaui Dikotomi-Dikotomi Gerakan Mahasiswa Indonesia

      January 4, 2023
    Facebook X (Twitter) Instagram
    BangsamahardikaBangsamahardika
    Home » Jokowi Benar-benar Melanggar Konstitusi UUD 1945
    POLITIKA

    Jokowi Benar-benar Melanggar Konstitusi UUD 1945

    RedaksiBy RedaksiFebruary 13, 2023Updated:February 13, 2023No Comments6 Mins Read
    Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email

    Penulis: Ubedillah Badrun (Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta)

    Saya merenung untuk menulis artikel ini agar tulisan ini betul-betul tidak terjebak dalam kepentingan yang sangat politis. Tetap on the track bahwa pikiran ini saya tulis dengan maksud untuk kepentingan Republik dan masa depannya dan ditulis dalam kerangka sebagai akademisi. Bermula dari pertanyaan apakah benar bahwa Presiden Jokowi telah benar-benar melakukan perbuatan yang menurut UUD 1945 dapat menyebabkan ia dapat diberhentikan sebagai Presiden ? Bagaimana aturanya?

    Sesungguhnya, cara bernegara Republik ini telah diatur dengan baik sejak 18 Agustus 1945
    ketika Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) memutuskan disahkanya UUD
    1945 sebagai konstitusi Indonesia. Sejak saat itu aturan tentang apa yang harus dilakukan
    jika seorang Presiden melanggar konstitusi telah diatur dengan jelas, yaitu diberhentikan
    melalui mekanisme Sidang Istimewa MPR.

    Dalam UUD 1945 yang telah diamandemen pada tahun 2002 pun diatur bahwa Presiden dapat diberhentikan jika melakukan penghianatan terhadap negara, korupsi, menyuap, melakukan tindak pidana berat lain, dan melakukan perbuatan tercela. Melakukan satu saja dari lima pelanggaran tersebut Presiden sesungguhnya sudah dapat diberhentikan. Tentu melalui tahapan proses mekanisme impeachment sebagaimana diatur dalam pasal 7A,7B, 24C UUD 1945.

    Pertanyaanya, benarkah Presiden Jokowi telah melakukan salah satu perbuatan sebagaimana yang tertuang dalam pasal tersebut?

    Presiden Telah Melakukan Perbuatan Tercela

    Sebelum mengungkap analisis tentang Presiden telah melakukan penghianatan terhadap negara, korupsi, menyuap, melakukan tindak pidana berat lain melalui sejumlah indikator, ada baiknya penulis ungkap satu saja dulu dari lima perbuatan Presiden yang menyebabkanya dapat dimakzulkan. Melakukan satu saja dari lima perbuatan yang mengakibatkan Presiden diberhentikan itu sesungguhnya sudah cukup dijadikan sebagai alasan untuk MPR memberhentikan Presiden melalui mekanisme impeachment, yaitu melakukan perbuatan tercela.

    Pertanyaanya apakah Jokowi telah melakukan perbuatan tercela secara terang-terangan?

    Saya menyimpulkan iya, berkali-kali Presiden Jokowi melakukan perbuatan tercela dalam posisinya sebagai Presiden. Pertanyaanya apa yang dimaksud dengan perbuatan tercela? Secara etimologis (KBBI, 2023) disebutkan bahwa kata tercela berasal dari kata cela diartikan sebagai perbuatan hina, perbuatan aib atau sesuatu yang tidak pantas. Jadi perbuatan tercela berarti perbuatan yang tidak pantas dilakukan. Di antara perbuatan tercela yang tidak pantas dilakukan Presiden adalah mengabaikan konstitusi UUD 1945, mengabaikan lembaga negara, dan sering berbohong.

    Apa contoh perbuatan tercela yang mengabaikan konstitusi UUD 1945? Sebenarnya bisa ditelusuri sejak tahun 2015 ketika menaikan harga BBM dengan dasar mekanisme pasar sesuai harga minyak mentah dunia. Cara itu telah mengabaikan pasal 33 UUD 1945. Selain itu saat itu dapat dinilai telah mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab pada tahun 2003, Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang berlaku saat itu. Pasal 28 ayat (2) UU Migas tersebut bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 33 yang intinya mengamanatkan cabang sumber daya alam yang penting dikuasai negara untuk kepentingan rakyat.

    Ternyata perbuatan Jokowi yang mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) berulang
    kembali ketika Jokowi mengabaikan Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 yang memerintahkan pembuat Undang-Undang (Presiden & DPR) untuk memperbaiki UU Cipta Kerja selama 2 tahun. Presiden justru tidak memperbaiki Undang-Undang tetapi membuat Perpu Ciptaker yang isinya justru bermasalah karena merugikan buruh, petani, masyarakat desa, dll.

    Jokowi sebagai Presiden telah melakukan perbuatan tercela mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahkan sekaligus tidak menghormati MK sebagai lembaga negara. Di antara perbuatan tercela lainya yang dilakukan Presiden Jokowi adalah berbohong. Dalam terminologi agama maupun hukum positif berbohong adalah perbuatan tercela. Saking tercelanya bahkan kepada saksi di pengadilan yang berbohong dapat dipidana penjara hingga sembilan tahun.

    Pertanyaanya dimana letak Presiden Jokowi berbohong? Mari kita cermati secara seksama, obyektif dan penuh kesabaran. Presiden Jokowi dalam catatan saya telah melakukan perbuatan tercela berbohong dalam posisinya sebagai Presiden. Ini data empiriknya. Pada tanggal 17 November 2020 Jokowi mengatakan dalam siaran salah satu televisi swasta bahwa UU Ciptaker adalah inisiatif pemerintah, karena itu tidak akan mengeluarkan Perpu. Tetapi pada tanggal 30 Desember 2022 Presiden Jokowi menerbitkan Perpu No 2 tentang Cipta Kerja. Data peristiwa itu secara terang menunjukan perilaku berbohong Jokowi dalam posisinya sebagai Presiden.

    Bohong apa lagi ? Pada tanggal 15 September 2015 Jokowi dalam posisinya sebagai Presiden mengatakan ” Kita tidak ingin beri beban pada APBN. Jadi, sudah saya putuskan bahwa kereta cepat itu tidak gunakan APBN. Tidak ada penjaminan dari pemerintah. Oleh sebab itu, saya serahkan kepada BUMN untuk melakukan yang namanya B to B, bisnis”. Tetapi kemudian pada tanggal 6 Oktober 2021 Jokowi sebagai Presiden resmi meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 yang salah satu isinya (pasal 4) menyebutkan bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung didanai APBN. Tentu itu adalah kebohongan yang dilakukan Jokowi dalam posisinya sebagai Presiden.

    Faktanya kemudian terjadi Pembengkakan biaya pembangunan kereta cepat tersebut. Diketahui angka pembengkakannya pada akhir tahun 2022 dengan angka pembengkakan biaya mencapai US$ 1,4 miliar atau sekitar Rp 21,8 triliun. Biaya bengkak yang membebani APBN padahal janjinya tidak akan gunakan APBN apalagi membebani. Bohong apalagi dalam posisinya sebagai Presiden ? Pada tanggal 6 Mei 2019 di Istana Negara Jokowi pernah mengatakan bahwa pembangunan IKN tidak membebani atau menggunakan APBN tetapi pada tanggal 22 Februari 2022 Jokowi dalam posisinya sebagai Presiden mengatakan akan menggunakan APBN untuk membangun kawasan inti IKN. Ini perbuatan bohong yang dilakukan secara sadar dalam posisinya sebagai Presiden.

    Bohong apalagi ? Pada tanggal 30 November 2021 Jokowi dalam posisinya sebagai Presiden mengatakan “kita tahu bahwa tahun ini tahun 2021 sampai hari ini kita belum melakukan impor beras sama sekali dan kenyataannya stok kita masih pada posisi yang sangat baik”. Pernyataan tersebut bohong sebab data BPS tahun 2021 menunjukan Indonesia impor beras 242 ribu ton (US$ 110 juta). Bohong apalagi? Pada tanggal 2 Agustus 2022 Jokowi mengatakan bahwa angka subsidi BBM sudah mencapai Rp.502 Triliun. Ternyata realisasi hingga Juli 2022 hanya Rp88 triliun untuk subsidi BBM, elpiji, dan listrik. Data itu menunjukan Jokowi bohongi rakyat, dengan alasan subsidi BBM telah mencapai Rp.502 Triliun itulah lalu Jokowi menaikan harga BBM saat itu.

    Soal bohong ini belum semuanya diungkap tetapi secara empirik sejumlah data di atas menunjukan bukti bahwa Jokowi berkali-kali berbohong. Semua ahli bahasa, ahli hukum dan ahli agama dari beragam mazhab telah menegaskan bahwa berbohong adalah perbuatan tercela. Pertanyaanya kemudian apakah DPR/DPD/MPR akan membiarkan Presiden yang sering berbohong ini? Sangat berbahaya bagi masa depan republik ini jika Presiden sering berbohong lalu dibiarkan. Perbuatan tercela itu dilakukan dalam posisinya sebagai Presiden. Jika dibiarkan akan menjadi preseden yang sangat buruk bagi generasi muda bahwa berbohong tidak apa-apa karena Presiden saja sering berbohong dibiarkan. Ini negara bisa semakin berantakan karena dampaknya berupa kebijakan yang tidak tepat.

    Lebih dari itu yang sangat dirugikan dari kebohongan Presiden adalah rakyat banyak yang menanggung beban kenaikan harga BBM, kenaikan harga-harga barang, dan beban APBN yang berat dari pembangunan kereta cepat dan IKN, utang negara terus membengkak. Itu semua buah dari kebijakan yang berbasis kebohongan. Kalau terang-terangan melakukan perbuatan tercela berkali-kali dan merugikan rakyat banyak lalu tidak mundur bahkan membiarkan dan mendorong wacana perpanjangan masa jabatan, ini saatnya DPR berpihak kepada rakyat untuk mengambil sikap tegas, jika tidak saya khawatir rakyat yang akan bersikap dengan caranya sendiri. Wallahua’lam.

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Redaksi
    • Website

    Related Posts

    Indonesia Machtstaat!

    February 12, 2023

    Duhai Mahasiswa, Kamu itu Buruh: Sefruit Kritik untuk Gerakan Mahasiswa Kini

    January 11, 2023

    Panggung-Panggung Mitologi dalam Hegemoni Negara: Gerakan Mahasiswa di Bawah Orde Baru

    January 4, 2023
    Leave A Reply Cancel Reply

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

    Editors Picks
    Top Reviews

    Situs ini menampilkan artikel, opini, esai, dan laporan jurnalistik yang mendalam mengenai isu-isu sosial, politik, dan budaya di Indonesia.

    Our Picks
    New Comments
      Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest
      • Tentang BM
      © 2025 Bangsamahardika.co

      Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.

      Syarat & Ketentuan

      Bangsamahardika menerima tulisan dengan ketentuan-ketentuan:

      1

      Ditulis dengan mengikuti Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD)

      2

      Panjang tulisan 1.500 hingga 2.500 kata, lebih dari itu bisa dibagi menjadi dua bagian.

      3

      Tulisan membahas berbagai macam jenis tulisan yang disediakan pada rubrik-rubrik yang terbagi di Website

      4

      Tulisan merupakan karya pribadi

      5

      Tulisan/artikel tidak berupa karya plagiarisme

      6

      Dokumen yang dikirimkan tidak berbentuk format PDF melainkan format .docx

      7

      Tulisan wajib merujuk pada fakta dan data dari sumber-sumber rujukan yang kredibel. Data dan rujukan harap dikutip menggunakan tautan langsung (hyperlink) dan/atau daftar referensi.

        OK