BangsamahardikaBangsamahardika
    Facebook Twitter Instagram YouTube
    • Tentang Kami
    • Aduan
    • My Account
    • Logout
    BangsamahardikaBangsamahardika
    • ISU

      Koalisi Masyarakat Sipil: Indonesia gelap masa mengerikan di bawah pemerintahan Jokowi dan Prabowo-Gibran

      February 27, 2025

      Tetap Tersorot Agar Tidak Melorot

      July 8, 2024

      Melawan Stigma dan Memperjuangkan Hak Asasi Manusia Penyandang Disabilitas Mental di Pekan Kesehatan Jiwa Sedunia

      October 18, 2023

      Noktah Hitam Kegagalan Ganjar Pranowo

      July 9, 2023

      Noktah Hitam Kegagalan Prabowo Subianto

      July 7, 2023
    • POPULER

      Koalisi Besar Partai Politik dan Pencederaan terhadap Demokrasi di Indonesia

      August 22, 2024

      Kerja Sama Negara-Negara Maju dalam Solusi Palsu di G7

      May 30, 2023

      Serikat Pekerja sebagai Sarana Perlawanan Kurir Terhadap Sistem Eksploitatif

      April 25, 2023

      Urgensi Bergabung Serikat Buruh di Jogja: Melawan Ketidakadilan dan Memperjuangkan Upah Layak

      March 22, 2023

      Praktek Eksploitatif Magang di Indonesia

      March 22, 2023
    • POLITIKA
      1. PUAN MAHARDIKA
      2. ISU
      3. POLITIKA
      Featured
      POLITIKA

      Tentang Manifesto Politik Pemilihan Umum 2024, Komite Politik Nasional – Partai Buruh, dan Perjuangan Kelas di Indonesia Hari ini

      By Terang Bintang MerahFebruary 3, 2024011 Mins Read
      Recent

      Tentang Manifesto Politik Pemilihan Umum 2024, Komite Politik Nasional – Partai Buruh, dan Perjuangan Kelas di Indonesia Hari ini

      February 3, 2024

      Pemilu 2024 Antara Taktik dan Tujuan Akhir Pilihan Kita

      November 27, 2023

      Against The Wall: Kelompok Anarkis Yahudi di Israel Pro Palestina

      November 2, 2023
    • KULTUR
      1. PROSA
      2. PUISI
      3. ESSAY
      Featured
      KULTUR

      Di Mana Letak “Keadilan” itu?

      By RedaksiSeptember 26, 202301 Min Read
      Recent

      Di Mana Letak “Keadilan” itu?

      September 26, 2023

      Di Balik Pohon Besar Rawamangun

      March 20, 2023

      Manusia Dengan M Besar

      March 20, 2023
    • PUAN MAHARDIKA

      Mengenal Lebih Jauh Peran Perempuan dalam Pergerakan dan Revolusi

      March 8, 2023

      Perempuan Sebagai Korban

      February 21, 2023

      Dua aktivis Thailand Mogok Makan Tuntut Pencabutan Pasal Karet dan Pembebasan Tahanan Politik

      February 12, 2023

      Aksi Solidaritas Untuk Bam dan Tawan

      February 12, 2023
    • SUARA MAHARDIKA

      Melacak Jejak Sumpah Pemuda: Dari Simbolisasi Bahasa Perlawanan hingga Senjata Ideologis Kekuasaan

      March 25, 2025

      Kritik Aliansi Rakyat untuk Keadilan Iklim (ARUKI): Agenda Indonesia dalam COP29 Bertentangan dari Keadilan Iklim

      November 12, 2024

      Refleksi Transisi Demokrasi 25 Tahun Reformasi

      May 22, 2023

      Bambang “Pacul” Wuryanto: Fenomena Power Paradox dan Klientelisme Pemilu di Indonesia?

      April 14, 2023

      Diskusi Terbuka LP3ES: Membongkar Demokrasi Viralisme

      March 22, 2023
    • BANGSA MAHASISWA

      Industri Ekstrativisme: Menyejahterakan atau Menyesengsarakan?

      June 13, 2024

      Kritik Kreatif Anak Muda dibungkam KUHP Baru

      December 29, 2023

      Mandeknya Keadilan Tragedi Semanggi ke-2

      September 24, 2023

      Dramaturgi Polarisasi Politik yang Seksi

      April 7, 2023

      Aksi Reformasi Universitas Udayana: Menolak Komersialisasi Pendidikan

      March 17, 2023
    BangsamahardikaBangsamahardika
    Home » Perempuan Sebagai Korban
    PUAN MAHARDIKA

    Perempuan Sebagai Korban

    RedaksiBy RedaksiFebruary 21, 2023Updated:February 21, 2023No Comments5 Mins Read
    Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email

    Penulis: Vivi Felayati

    Masalah kekeresan terhadap perempuan terus meningkat dari tahun ke tahun. Namun, yang mengkhawatirkan adalah peningkatan yang terjadi dengan pelakunya berada atau merupakan bagian terdekat di lingkungan korban, termasuk ayah kandung, saudara kandung, dan bahkan kekasih korban. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat, sebanyak 25.050 perempuan menjadi korban kekerasan di Indonesia sepanjang tahun 2022. Jumlah tersebut semakin meningkat 15,2% dari tahun sebelumnya   sebanyak   21.753   kasus.   Komnas   perempuan   pada   Januari- November   2022   telah   menerima   3.014   kasus   kekerasan   berbasis   gender terhadap  perempuan.

    Kekerasan  Berbasis  Gender  (KBG)  merupakan  perilaku atau tindakan membahayakan yang dilakukan terhadap seseorang berdasar pada aspek sosial termasuk didalamnya yaitu gender yang dilekatkan oleh masyarakat membedakan  antara  laki-laki  dan  perempuan.  Salah  satu  jenis  Kekerasan Berbasis Gender (KBG) adalah kekerasan seksual yaitu tindakan ataupun percobaan seksual di luar kemauan seseorang misalnya pemerkosaan, penyerangan seksual, kekerasan seksual pada anak, eksploitasi seks oleh seseorang yang berkuasa atau dengan imbalan uang, jasa, atau barang. Selain itu, kekerasan fisik juga merupakan bagian dari Kekerasan Berbasis Gender (KGB), perbuatan kekerasan fisik yang bukan seksual sering terjadi dalam hubungan antarpasangan yang menimbulkan rasa sakit atau cedera fisik.

    Di Indonesia, dalam periode enam tahun terakhir 2016 –2022 bahkan di awal tahun 2023 yang terpantau dari media massa, kasus kekerasan fisik berakhir dengan kematian yang dilakukan oleh pasangan (suami, pacar, atau selingkuhan). Bentuk kekerasan mulai dari memukul, menyiram dengan air keras, membakar  korban hingga  beragam  cara  lain  yaitu dengan menggunakan kolset. Kasus pasangan suami isteri dipicu masalah ekonomi hingga cemburu. Ada juga laki-laki yang cintanya ditolak kemudian membalasnya dengan penganiayaan hingga berujung pada pembunuhan. Selain itu, masalah cedera janji dalam transaksi seks yang kontaknya melalui media sosial sering ditemukan kasusnya dengan pihak perempuan dibunuh di kamar kencan.

    Maraknya pembunuhan terhadap perempuan dengan berbagai cara itu membuka kekhawatiran baru. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menengarai bahwa perempuan dengan kodratnya sebagai perempuan berisiko mengalami pembunuhan oleh laki-laki. PBB juga memperkenalkan istilah femisida (femicide) sejak 2017 yang diartikan sebagai pembunuhan terhadap perempuan karena ia perempuan dan bentuknya bermacam-macam. Bentuk femisida di antaranya pembunuhan terhadap pasangan, pembunuhan terhadap perempuan dengan tuduhan tukang sihir, honour kilings, pembunuhan dalam konflik bersenjata, dan pembunuhan karena mahar dan semuanya terjadi hampir di berbagai penjuru dunia.

    Perbandingan   jumlah   kasus   femisida   yang   dilakukan   oleh   anggota keluarga   dan   kerabat   dengan   yang   dilakukan   oleh   orang   tanpa   ikatan kekerabatan  di  beberapa  negara  justru  pelakunya  orang  terdekat  jauh  lebih tinggi. Inggris pada tahun 2009—2018 kasus femisida paling banyak dilakukan oleh kalangan  terdekat,  jumlah kasus  femisida  pada  periode  tersebut  yaitu  1.435 kasus, 62% pelaku di antaranya adalah orang terdekat. Komisi Anti Kekerasan terhadap Perempuan  (Komnas  Perempuan)  mencatat  jumlah  kasus  femisida pada pasangan intim di Indonesia jauh lebih dominan  dibandingkan femisida kategori lainnya. Data dari pantauan  media  per Juni  2021 hingga Juni 2022, Komnas Perempuan mencatat ada 307 kasus pembunuhan terhadap istri di berbagai daerah. Komnas Perempuan juga menyebutkan bahwa femisida penyebabnya adalah cemburu, ketersinggungan  maskulinitas,  menolak hubungan seksual, dan didesak bertanggung jawab atas kehamilan yang tidak dikehendaki (KTD).

    Dari berbagai persoalan di atas merupakan dampak dari budaya patriaki, baik di negara berkembang ataupun negara maju. Alasan mendasar terjadinya pembunuhan terhadap perempuan  adalah  adanya  ketimpangan  historis  hubungan  kekuasaan  antara laki-laki dan perempuan sehingga mengakibatkan laki-laki dengan mudah mendominasi dan mengkriminalisasi perempuan. Peran gender yang dikontruksikan baik secara sosial dan budaya bahwa laki-laki jauh lebih superior dari pada perempuan yang diposisikan lebih inferior juga menjadi alasan mendasar adanya femisida. Motif pembunuhan yang juga dilihat secara garis besar berakar dari gagasan kepemilikan laki-laki terhadap perempuan, di mana perempuan dipandang sebagai properti dan selalu berada dibawah kendali laki-laki.

    Selain kekerasan fisik bahkan sampai pada femisida, pemerkosaan kian hari juga semakin merajalela. Kekerasan seksual ini terjadi terhadap korban dari berbagai kategori usia mulai dari anak perempuan sampai perempuan dewasa. Pada tahun 2022 Komnas Perempuan mencatat terdapat 860 kasus kekerasan seksual di ranah publik/komunitas dan 899 kasus kekerasan seksual di ranah personal. Dan alasan mendasar yang juga menjadi akar dari adanya kekerasan seksual adalah tidak adanya edukasi seks yang mampu memberikan pemahaman yang mumpuni terhadap perempuan tentang perempuan memiliki hak penuh atas  tubuhnya  sendiri.  Jangan  sampai  pemerkosaan  justru  menjadi  budaya karena kita sendiri menganggap hal itu ada dan biasa. Anggapan itu terbukti dari seni yang kemudian dijadikan sebagai alat penyebaran   gagasan   yang mengandung unsur kekerasan seksual. Sehingga perempuan perlu untuk tidak membenci tubuhnya sendiri dan harus menolak penyalahan terhadap korban-korban pemerkosaan yang hanya didasarkan pada penampilan korban saja (victim bluming).

    Edukasi untuk melahirkan kesadaran tersebut tidak hanya diprioritaskan untuk perempuan yang notabene selalu menjadi korban tetapi juga laki-laki  sehingga  perlu  memastikan kembali pemahaman nilai kesetaraan gender di lingkungan pendidikan baik dari tingkat sekolah dasar ke tingkat perguruan tinggi. Begitu juga orang tua dan pendidik, dan di lingkungan masyarakat dirasa perlu untuk menerapkan Child and Women Selfguarding atau perlindungan anak dan perempuan dengan salah satu upaya yaitu mendukung penerapan sistem peradilan terhadap korban dan pelaku kekerasan khususnya terhadap perempuan.

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Redaksi
    • Website

    Related Posts

    Mengenal Lebih Jauh Peran Perempuan dalam Pergerakan dan Revolusi

    March 8, 2023

    Dua aktivis Thailand Mogok Makan Tuntut Pencabutan Pasal Karet dan Pembebasan Tahanan Politik

    February 12, 2023

    Aksi Solidaritas Untuk Bam dan Tawan

    February 12, 2023
    Add A Comment

    Leave A Reply Cancel Reply

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

    Editors Picks
    Top Reviews
    Bangsamahardika
    Instagram YouTube TikTok Twitter
    • Tentang BM
    © 2025 bangsamahardika.co.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.

    Syarat & Ketentuan

    Bangsamahardika menerima tulisan dengan ketentuan-ketentuan:

    1

    Ditulis dengan mengikuti Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD)

    2

    Panjang tulisan 1.500 hingga 2.500 kata, lebih dari itu bisa dibagi menjadi dua bagian.

    3

    Tulisan membahas berbagai macam jenis tulisan yang disediakan pada rubrik-rubrik yang terbagi di Website

    4

    Tulisan merupakan karya pribadi

    5

    Tulisan/artikel tidak berupa karya plagiarisme

    6

    Dokumen yang dikirimkan tidak berbentuk format PDF melainkan format .docx

    7

    Tulisan wajib merujuk pada fakta dan data dari sumber-sumber rujukan yang kredibel. Data dan rujukan harap dikutip menggunakan tautan langsung (hyperlink) dan/atau daftar referensi.

      OK